Untuk membahas tentang tren dan isu
teknologi pembelajaran yang berkembang saat ini terasa kurang lengkap jika kita
tidak memahami latar sejarah bidang keilmuan ini dan perkembangan definisinya.
Dengan memahami sejarah tersebut, paling tidak kita bisa menempatkan
kecenderungan dan pokok permasalahan yang sedang berkembang dalam khazanah
pengetahuan yang tidak tercerabut dari akar historisnya. Selain itu, kita juga
bisa menempatkan satu perspektif kesejarahan dalam menilik konteks definsi
terbaru dari keilmuan tersebut.
Tulisan ini berupaya untuk mengkaji
perkembangan definisi teknologi pembelajaran mulai dari awal mula kemunculannya
hingga pengertian yang terbaru. Namun sebelum itu, tidak ada salahnya jika
menilik terlebih dahulu tentang term “definisi” dan tujuan mengapa definisi
dibuat. Ada banyak pengertian tentang definisi sebagaimana yang dijelaskan oleh
para ahli, namun di sini penulis mencukupkan pada beberapa saja, di antaranya
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang mengartikan dengan 1) kata, frase
atau kalimat yang mengungkapkan makna, keterangan, atau ciri utama dari orang,
benda, preses atau aktivitas; batasan (arti); 2) rumusan tentang ruang lingkup
dan ciri-ciri suatu konsep yang menjadi pokok pembicaraan atau studi.
[1] Menurut Solomon, definisi adalah
suatu pernyataan yang memberikan arti pada sebuah kata atau frase.[2] Senada dengan itu Rescher menyebut definisi sebagai sebuah
penjelasan tentang arti sebuah kata. Penjelasan harus membuat jelas definisi
yang dimaksudkan dan definisi berhubungan dengan kata bukan benda.[3] Sedangkan menurut Poespoprodjo, definisi adalah perumusan yang singkat,
padat, jelas dan tepat yang menerangkan ‘apa sebenarrnya suatu hal itu’
sehingga dapat dengan jelas dimengerti dan dibedakan dari semua hal lain.[4] Dari beberapa pengertian di atas
jelaslah bahwa definisi mempunyai tugas untuk menetukan batas suatu pengertian
dengan tepat, jelas dan singkat. Maksudnya menentukan batas-batas pengertian
tertentu sehingga jelas apa yang dimaksud, tidak kabur dan tidak dicampuradukkan
dengan pengertian-pengertian lain. Maksud orang membuat definisi, bagi Rescher
dikatagorikan ke dalam dua dua tujuan, yaitu: tujuan umun dan tujuan
khusus.
Tujuan umum, antara lain: a)
Memfasilitasi komunikasi dengan membantu proses komunikasi yang berlangsung
menjadi sederhana dan lebih tepat, atau dengan kata lain mempersingkat ekspresi
suat pernyataan yang panjang dan kompleks sifatnya. Contoh: WHO, singkatan dari
World Health Organization; b) Definisi dibuat untuk memperkenalkan kata baru
dalam bahasa; c) Definisi juga dapat memberikan suatu arti baru terhadap kata
yang sudah lama, contoh: kata Bibi, dahulu didefinisikan sebagai adik kandung
ayah atau ibu perempuan, namun saat ini bisa mempunyai arti “pembantu rumah
tangga”; dan d) Definisi adalah suatu cara yang terbaik dan paling efektif
untuk menjamin ketepatan dan kebenaran dari penggunaan kata tersebut.
Sedangkan tujuan khusus, terdiri dari: a)
Definisi yang tepat (Precising definition), yaitu definisi yang biasa digunakan
dalam bahasa mempunyai arti dan tujuan khusus atau tertentu, contoh: Dewasa
adalah orang yang berusia 21 tahun keatas, dan definisi ini berimplikasi atau
mempunyai tujuan khusus pada penetapan hukuman dalam peradilan; b) Definisi
yang bersifat teoritis (Theoritical definition). Definisi ini tidak saja merupakan
penjelasan sederhana dari suatu kata tetapi juga merupakan suatu penjelasan
yang bersifat teoritis yang didapat dari ilmu pengetahuan/penelitian dan juga
kehidupan sehari-hari. Pada yang terakhir inilah tampaknya, definisi TP yang
pernah menghiasi sejarah keilmuan ini bisa kita duduk-maksudkan.
Latar Belakang Sejarah Teknologi
Pembelajaran
Tidak bisa dinafikan bahwa
perkembangan definisi TP yang terbaru saat ini merupakan buah dari evolusi yang
terus berlangsung dari pendefinisian sebelum-sebelumnya[5]. Proses evolusi ini tentunya tidak
dapat dilepaskan dari latar sejarah yang mengiringi bidang keilmuan ini.
Karenanya sebelum membahas evolusi definisi ini, menilik sekilas historical backgroundTP menjadi suatu kebutuhan tersediri.
Pada bagian ini, penulis mengambil rujukan utama pada Seels & Richey (1994)
dalam Instructional
Technology:
The Definition and
Domains of the Field.Sedangkan pada bagian-bagian sesudahnya juga pada
Januszewsky & Molenda (2008) dalam Educational
Technology: a Definition with Comentary,dan Reiser & Dempsey (2002) dalamTrend and
Issues in Instructional Design and Technology. Saettler (1990) mengakui bahwa ada
kesuliatan untuk mengidentifikasi sumber istilah ‘educational technology’. Tidak jelas, katanya, siapa yang
pertama menggunakan term tersebut. Ia menemukan bukti kuat bahwa Franklin
Bobbitt dan W.W. Charters memakai istilah ‘educational engineering’ pada tahun 1920an. Saettler pertama
kali mendengar istilah ‘educational technology’ digunakan oleh W.W. Charters ketika
diwawancarai pada tahun 1948, dan terakhir James D. Finn menggunakan istilah ‘instructional
technology’
dalam tulisannya untuk publikasi pertama National Education Association (NEA)
dan disponsori oleh Technological Development Project (TDP) pada tahun 1963.
Namun, fokus semua istilah itu baru sebatas komunikasi audio-visual.
Teknologi Pembelajaran, sebagai satu bidang
keilmuan, memang tumbuh dari praktek pendidikan dan gerakan komunikasi audio
visual. Terutama pasca Perang Dunia II, teknologi Pembelajaran semula dilihat
sebagai teknologi yang berkaitan dengan penggunaan peralatan, media dan sarana
untuk mencapai tujuan pendidikan. Jadi istilah itu sinonim dengan konsep
‘mengajar berbantuan peralatan audio-visual’. Bidang keilmuan ini merupakan
hasil dari tumbuhkembang tiga aliran yang saling berkepentingan, yaitu media
dalam pendidikan, psikologi pembelajaran dan pendekatan sistem dalam
pendidikan. Adalah Edgar Dale dan James Finn merupakan dua tokoh yang berjasa
dalam pengembangan Teknologi Pembelajaran modern dan definisinya pada masa-masa
awal. Edgar Dale mengemukakan tentang Kerucut Pengalaman (Cone of
Experience)
sebagaimana tampak dalam gambar berikut ini:
Gambar:
Kerucut Pengalaman Dale
Gambar
di atas menjelaskan analogi tingkat pengalaman dari yang bersifat
langsung hingga ke pengalaman melalui simbol-simbol komunikasi, yang merentang
dari yang bersifat kongkrit ke abstrak, dan tentunya memberikan implikasi
tertentu terhadap pemilihan metode dan bahan pembelajaran, khususnya dalam
pengembangan Teknologi Pembelajaran.
Pemikiran
Edgar Dale tentang Kerucut Pengalaman (Cone
of Experience) ini merupakan upaya awal untuk
memberikan alasan atau dasar tentang keterkaitan antara teori belajar dengan
komunikasi audiovisual. Kerucut Pengalaman Dale telah menyatukan teori
pendidikan John Dewey (salah satu tokoh aliran progresivisme) dengan gagasan–gagasan
dalam bidang psikologi yang tengah populer pada masa itu.
Sedangkan, James Finn
seorang mahasiswa tingkat doktoral dari Edgar Dale berjasa dalam mengusulkan
bidang komunikasi audio-visual menjadi Teknologi Pembelajaran yang kemudian
berkembang hingga saat ini menjadi suatu profesi tersendiri. Gagasan Finn
mengenai integrasi sistem dan proses mampu mencakup dan memperluas gagasan
Edgar Dale tentang keterkaitan antara bahan dengan proses pembelajaran.[6]
Dari itu, sejalan dengan sejarah
dan perkembangannya, rumusan pengertian TP telah mengalami pelbagai
perubahan. Berikut ini dikemukakan beberapa definisi yang memiliki pengaruh
terhadap perkembangan bidang keilmuan ini.
Definisi Association
for Educational Communications Technology(AECT) 1963
Seperti
pengakuan Settler yang telah disinggung di awal, memang ada kesulitan untuk
menunjuk sumber pertama istilah TP dan kapan digunakannya, namun setidaknya
pengakuan AECT menunjukkan bahwa definisi 1963 tentang Komunikasi Audio-visual
merupakan pengertian formal yang pertama bagi TP[7].
Definisi
1963 ini menyebutkan:
“Komunikasi audio-visual adalah
cabang dari teori dan praktek pendidikan yang terutama berkepentingan dengan mendesain,dan menggunakanpesan
guna mengendalikan proses belajar. Ini meliputi kegiatan: (a) mempelajari
kelemahan dan kelebihan suatu pesan dalam proses belajar; (b)
penstrukturan dan sistematisasi oleh orang maupun instrumen dalam
lingkungan pendidikan, meliputi: perencanaan, produksi, pemilihan, manajemen
dan pemanfaatan dari komponen maupun keseluruhan sistem pembelajaran. Tujuan
praktisnya adalah pemanfaatan tiap metode dan medium komunikasi secara efektif
untuk membantu pengembangan potensi pembelajar secara maksimal.”
Meski masih menggunakan istilah komunikasi
audio-visual, definisi di atas telah
menghasilkan kerangka dasar bagi pengembangan Teknologi Pembelajaran pada masa
berikutnya serta dapat mendorong terjadinya peningkatan
pembelajaran.Menurut Januszewski dan Persichitte, pada definisi ini terdapat
tiga peralihan konseptual utama yang memberikan kontribusi pada formulasi
pelbagai pengertian TP sebagai suatu teori: 1) Penggunaan konsep “proses”
daripada konsep “produk”; 2) penggunaan istilah “pesan” dan “instrumentasi
media” daripada “bahan” dan “mesin”; dan 3) pengenalan pada bagian-bagian teori
belajar dan teori komunikasi. Memahami tiga gagasan tersebut dan dampaknya
antara satu dengan lainnya merupakan kunci penting untuk memahami gagasan TP
tahun 1963.
Definisi Commission
on Instruction Technology(CIT) 1970
Upaya yang kedua untuk mendefinisikan
bidang keilmuan ini juga dibuat oleh Commission on Instructional Technology
(CIT) pada tahun 1970. Dalam laporannya, komisi ini menyatakan bahwa bidang ini
juga bisa didefinisikan dalam dua cara:
“Dalam pengertian yang lebih
umum, teknologi pembelajaran diartikan sebagai media yang lahir sebagai akibat
revolusi komunikasi yang dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran di
samping guru, buku teks, dan papan tulis…..bagian yang membentuk teknologi
pembelajaran adalah televisi, film, OHP, komputer dan bagian perangkat keras
maupun lunak lainnya…“Teknologi Pembelajaran merupakan usaha sistematik dalam
merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi keseluruhan proses belajar dan
pembelajaran untuk pelbagai tujuan
khusus, yang didasarkan padapenelitiantentang
proses belajar dan komunikasi manusia, dan menggunakan kombinasi sumber manusia
dan non-manusia agar pembelajaran dapat berlangsung lebih efektif”[8]
Ada beberapa aspek baru dalam
definisi yang terakhir. Pertama, adanya gagasan bahwa TP mesti memuat tujuan
khusus. Ini mungkin karena pengaruh pemikiran B.F. Skinner (1954) dan Robert
Mager (1962) yang diadopsi oleh para praktisi bidang ini. Kedua, adanya gagasan
bahwa metode dan teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan khusus tersebut
mesti didasarkan pada penelitian. Dan ketiga, adanya prase “pembelajaran yang
lebih efektif”, di mana efektifitas merupakan salah satu karakteristik
teknologi.
Definisi Silber(1970)
Definisi ketiga yang banyak
berpengaruh adalah apa yang dibuat oleh Kenneth Silber yang kelak kemudian
pernah memimpin Komite AECT untuk definisi dan terminologi:
“Teknologi
Pembelajaran adalah pengembangan (riset, desain, produksi, evaluasi,
dukungan-pasokan, pemanfaatan) komponen sistem pembelajaran (pesan, orang,
bahan, peralatan, teknik dan latar) serta pengelolaan usaha pengembangan
(organisasi dan personil) secara sistematik, dengan tujuan untuk memecahkan masalahpendidikan”.
Definisi
ini berbeda dengan definisi sebelumnya dalam tiga hal: pertama,
pandangan tentang pengembangan.
Pada definisi sebelumnya yang dimaksud
dengan pengembangan lebih diartikan pada pengembangan potensi manusia sedangkan
pada definisi Silber, istilah pengembangan bersifat terbuka memuat perancangan,
produksi, pemanfaatan dan evaluasi teknologi untuk pembelajaran; Kedua,
definisi 1970, demikian pula definisi 1963, beranggapan bahwa TP bersifat man-machine
systemdan itu berkaitan dengan bahan.
Sedangkan definisi ini tidak hanya demikian tetapi juga merubah skup TP dengan
menambah komponen bidang ini seperti teknik dan latar. Dan terakhir,
gagasan tentang TP sebagai upaya problem solving merupakan sumbangsih original
Silber, dan itu merupakan inti dari definisi tersebut. Ide ini kemudian banyak
diadopsi oleh definisi selanjutnya.
Definisi MacKenziedanEraut (1971)
Definisi
dari Inggris ini ringkas, namun terlihat begitu luas untuk mendeskripsikan TP
secara akurat:
“Teknologi Pendidikan merupakan
studi sistematik mengenai cara bagaimana tujuan pendidikan dapat dicapai”.
Definisi
sebelumnya meliputi istilah, “mesin”, instrumen” atau “media”, sedangkan dalam
definisi MacKenziedanEraut ini
tidak menyebutkan perangkat lunak maupun perangkat keras, tetapi lebih
berorientasi pada proses.
Definisi AECT1972
Pada tahun 1972, AECT
berupaya merevisi definisi yang sudah ada (1963, 1970, 1971), dengan
memberikan rumusan sebagai berikut: “Teknologi Pendidikan adalah suatu bidang
yang berkepentingan dengan memfasilitasi belajar pada manusia melalui usaha
sistematik dalam identifikasi, pengembangan, pengorganisasian dan pemanfaatan
berbagai macam sumber belajar serta dengan pengelolaan atas keseluruhan proses
tersebut”.
Definisi ini menunjukkan bahwa TP
merupakan proses sistematis dalam mengembangkan dan memanfaatkan pelbagai
sumber pembelajaran. Gagasan ini diambil dari definisi 1963, 1970, dan 1971,
dan nantinya banyak peran yang sama masuk dan diadopsi oleh definisi 1994
seperti pengembangan, pengorganisasian pengelolaan, dan pemanfaatan. Definisi
1972 ini didasari semangat untuk menetapkan TP sebagai satu bidang studi.
Ketentuan ini mengembangkan gagasan bahwa teknologi pendidikan merupakan suatu
profesi.
Definisi AECT1977
Definisi
ini secara resmi sepanjang enam halaman, dan ini versi pendeknya:
“Teknologi
pendidikan adalah proses kompleks yang terintegrasi meliputi orang, prosedur,
gagasan, sarana, dan organisasi untuk menganalisis masalah, merancang,
melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek
belajar pada manusia”.
Definisi
tahun 1977, AECT berusaha mengidentifikasi TP sebagai suatu teori, bidang dan
profesi. Definisi sebelumnya, kecuali pada tahun 1963, tidak menekankan
teknologi pendidikan sebagai suatu teori.
Definisi AECT(1994)
AECT
kemudian merevisi definisi 1977 dengan rumusan berikut:
“Teknologi
Pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan,
pengelolaan, serta evaluasi tentang proses dan sumber untuk belajar.”
Meski dirumuskan dalam kalimat
yang lebih sederhana, definisi ini sesungguhnya mengandung makna yang dalam.
Definisi ini berupaya semakin memperkokoh teknologi pembelajaran sebagai suatu
bidang dan profesi, yang tentunya perlu didukung oleh landasan teori dan
praktek yang kokoh. Definisi ini juga berusaha menyempurnakan
wilayah atau kawasan bidang kegiatan dari teknologi pembelajaran. Di samping
itu, definisi ini berusaha menekankan pentingnya proses dan produk.
Definisi AECT (2004)
Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi terutama dalam bidang pendidikan, psikologi dan
komunikasi-informasi, TP sebagai bidang ilmu juga semakin berkembang. Demikian
pula dengan definisinya juga mengalami perbaikan. Hal itu juga tidak dapat
dilepaskan dari evaluasi dan kritik terhadap definisi 1994.
Kritik utama yang ditujukan pada
definisi 1994 adalah bahwa TP tampak terlalu berpendakatan sistem dalam
mengembangkan pembelajaran dan itu terlalu membatasi mainstrem guru,
administrator sekolah, peneliti dan juga para sarjana TP. Karenanya, definisi
1994 direvisi dengan definisi 2004 sebagaimana dirumuskan berikut ini:
“Studi
dan praktik yang berlandaskan etika dalam menfasilitasi belajar dan
meningkatkan kinerja melalui penciptaan, penggunaan, dan pengelolaan pelbagai
proses dan sumber teknologi yang tepat”[9].
Pada definisi yang terbaru ini,
gagasan tentang etika mulai dimasukkan. Sebagaimana kritik terhadap definisi
1994, mainstrem ilmuan, teknolog, dan praktisi TP begitu dibatasi dalam
pendekatan sistem yang memang demikianlah salah satu karakteristik teknologi,
sehingga menyebabkan TP demikian tidak luwes dan kehilangan sisi kemanusiaan
dalam pelbagai domainnya. Karenanya, diharapkan landasan etika yang menjadi
sumbangsih utama definisi terbaru ini bisa menanggulangi, meminjam istilah
Prof. Dimayati, “keterbudakan teknologi” dalam pembelajaran.
Iktitam
Jika kita amati isi kandungan
definisi-definisi teknologi pembelajaran di atas, tampaknya dari waktu ke waktu
teknologi pembelajaran mengalami proses “metamorfosa” menuju penyempurnaan. Ada
beberapa catatan terakhir yang dapat digariskan di bagian akhir ini: 1) Pada
definisi awal, fokus TP hanya sebagai media pembelajaran; 2) Pada definisi
1960an dan 1970an, TP dipandang sebagai suatu proses; 3) Pada definisi 1994, TP
telah dipandang sebagai proses dan juga produk; 4) Pada definisi terbaru (2004)
landasan etika mulai dijadikan pedoman dalam kajian dan praktik TP.
Demikianlah, sekilas “napak
tilas” sejarah perkembangan definisi TP. Semoga ada manfaatnya bagi pembacaan
dan keterlibatan kita lebih jauh dalam bidang keilmuan [tentunya juga praktik]
teknologi pembelajaran. Mari kita berdiskusi![]
(function(i,s,o,g,r,a,m){i['GoogleAnalyticsObject']=r;i[r]=i[r]||function(){
(i[r].q=i[r].q||[]).push(arguments)},i[r].l=1*new Date();a=s.createElement(o),
m=s.getElementsByTagName(o)[0];a.async=1;a.src=g;m.parentNode.insertBefore(a,m)
})(window,document,'script','//www.google-analytics.com/analytics.js','ga');
ga('create', 'UA-40933491-1', 'afrizal-manda.blogspot.com');
ga('send', 'pageview');
──────▄▌▐▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀ ▀▀▀▀▀▀▌
BalasHapus───▄▄██▌█ ░ MOBIL JEMPOLERS DATANG░ ▄▄▄▌
▐██▌ ███ █ ░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░░▐ ███████▌█▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▌ ▀❍▀▀▀▀▀▀▀❍❍▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀ ❍❍▀▀ ===oO~ ===>>>